PILIHAN
HIDUPKU
Hai..
Namaku Ita, Ita Fitriana.
Aku bukan asli anak kota metropolitan ini, aku
berasal dari Tuban jawa Timur. Iya, jauh memang, tapi di Ibu kota ini, tempat aku sedang
berusaha untuk meraih gelar sarjana pendidikan bahasa Inggris. Bukan
keinginanku sebenarnya untuk menjadi sarjana pendidikan dan kemudian berprofesi
sebagai guru, emm tapi ayahku, mungkin karena beliau kepala Sekolah dan ingin
aku seperti ayah.
Awal
tahun 2011 untuk pertama kalinya jauh dari orangtua dan menjadi anak kos dengan
segala kemandirianku. Selain teman-teman satu kelas yang berwajah baru semua,
juga teman-teman kos yang juga muka baru, baru aku lihat maksudnya. Ada satu
nama yang selalu menemani perjalananku sebagai anak perantauan, dia berasal
dari tempat yang lebih jauh dariku, dia dari seberang pulau, yaps Sulawesi, namanya Adi, Adi nugroho,
dia kekasihku.
“sayang
aku jemput kamu jam berapa?” kata adi
lewat telfon, kos ku dan kos adi memang tidak terlalu jauh, yaa sekitar 15
menit sampai 20 menit buat sampai dikosku. “jamilah kurang seksi yaa..hee”
jawabku sembari bercanda padanya, “jam 8 yaa,” katanya, “iyaaa, aku mandi dulu
ya,” kataku dan tak lama mengobrol
telfon ditutup, tak lama juga aku menunggu adi sudah di depan kos menjemputku
sekaligus mengantarku kekampus. Kadang kalau adi free pasti dia mengantarku,
tapi kalau dia juga kuliah ya aku berangkat bersama temanku Intan yang
kebetulan satu jurusan denganku, kadang juga sendiri kalau Intan sama pacarnya,
yaa begitulah. Aku dan adi memang berbeda jurusan, dia ada di jurusan tekhnik.
Kata orang kalau seorang guru itu biasanya, jodohnya guru pula , akh bagiku itu
mitos, hehe.
Ketika
masanya aku sampai pada semester tujuh tahun 2014, adi masih setia menemaniku
berjuang bersama. Hubungan kami tidak selalu baik-baik saja, pasti ada saja
masalah kecil, tapi bersyukur karena kita bisa melewati bersama. Begitupun
masalah besar. Tapi, aku tidak menyangka, super hero yang begitu sangat menginginkan
aku menjadi sarjana pendidikan, secepat itu akhirnya ayah pergi meninggalkan
aku dan ibuku untuk selama-lamanya karena sakit, sebelum ayah melihatku menjadi
sarjana. Ibu memang tidak mengabariku tentang keadaan ayah yang semakin hari
semakin memburuk, hanya karena takut mengganggu kuliahku. Sedih rasanya.
Akhirnya
Aku pulang ke Tuban bersama dengan adi Adi memang sering mengantarku pulang
padahal sendirinya aja pulang hanya setahun sekali. Baik, bukan hanya sekedar
kehilangan super hero bagiku. Tapi jelas, bagaimana dengan kuliahku? Siapa yang
akan membiayai kuliahku? Kebutuhanku bukan hanya kuliah, tapi juga kosku,
makanku, dan akhhhhh rasanya segala mimpiku jatuh dan ambruk begitu saja. Saat itu aku merasa aku bukan siapa-siapa lagi
dan hanya mata Ibu yang sendu itu, yang terus
aku perhatikan sembari berkata dalam hatiku “Ibu, apa yang harus Ita lakukan,
aku mohon aku ingin melihat Ibu bahagia karenaku” ibu memeluk, pelukan ibu
memang menenteramkan hatiku. Hari berganti hari, tak terasa sudah empat hari di
rumah, sebenarnya aku ingin tetap di rumah, tapi ujian semester akan segera di
mulai, ibu pun memintaku untuk tetap mewujudkan keinginan ayah, meski ayah tak
melihat tapi sebenarnya beliau ada, ia ada dihati kita, kata ibu.
Kuliahku
tetap harus berjalan, dengan segala sisa uang yang dimiliki ibu, kini ibu mulai
membuka usaha berjualan makanan di depan rumah, aku dan adi kembali ke Jakarta.
Tentu saat adi yang sudah menemaniku selama kurang lebih empat tahun bukan lagi
menjadi prioritasku, mungkin mimpiku bersama adi juga ikut roboh kemarin, tapi
aku masih mencintainya, sampai pada saat aku tulis kata-kata ini, aku masih
sangat mencintainya. Tapi saat ini, yang aku fikirkan adalah mencari pekerjaan part time, agar kuliahku dan segala
kebutuhanku dapat terpenuhi. “tidak usah pikirkan ibu nduk, kamu selesaikan kuliahmu, sebentar lagi pasti kamu segera
wisuda ya nduk, ” kata ibu, “doakan
Ita bu” pintaku. “pasti nduk, Adi tolong jagain Ita ya, Ibu percaya sama Adi”
kata Ibu pada adi, “Siap Ibu, Ibu calon mertua, hehe” adi mencoba membuat
suasana tidak sendu, saat aku hendak berangkat kembali ke kota dimana aku harus
kembali berjuang, sendirian? Tidak. Aku bersama adi.
“Tidak
usah bekerja, biar aku yang bekerja, kamu fokus kuliah aja, kita jalanin
sama-sama ya, aku mau kerja di rental mobil buat jadi sopir dan cari orang yang
mau jasa sewa mobil?” kata adi sembari mengelus lembut rambutku, hal yang
mungkin seluruh wanita di dunia ini menyukainya, saat aku mencoba mengeluarkan
isi hatiku tentang keinginanku bekerja untuk membayar kuliah dan kebutuhanku
agar tidak merepotkan ibu. “tapi Adi, ini bukan hanya tentang kuliahku, tapi
juga Ibuku! Aku tidak ingin membebaninya, bahkan aku ingin membantu ibuku”
kataku sedikit kupertegas. “ hal lebih itu ada saatnya nanti kalau kamu sudah
benar-benar bekerja sayang.. nanti..” belum sampai Adi menyelesaikan
kata-katanya sudah aku potong “sudah, biar aku sendiri aja sekarang, tidak usah
di, jangan sok-sokan kamu uangpun masih minta orangtuamu kan?!” kemudian aku
pergi berlalu meninggalkannya. Mungkin adi tersinggung dengan kata-kataku yang
jauh berbeda dengan aku yang dulu, maaf adi aku harus bersikap seperti itu
karena aku tahu, tidak mungkin kamu membiayai segala kebutuhanku sedang kamu
pun masih bergantung dengan keluargamu. Ku rasa saat itu aku terlihat egois dan
membenarkan segala pemikiranku.
Malam
itu pukul 21.00, aku duduk di sebuah cafe
menikmati malamku sendirian, entah ada angin apa ada seorang bapak-bapak yaa
mungkin sekitar 34 atau 35 tahun menghampiriku. “sendirian aja?” katanya. “iya
Pak” jawabku. “jangan panggil Pak, ini..” katanya sembari memberikanku sebuah
kartu nama. Mungkin dia mau meminjamkan uang untukku atau mungkin dia hanya
ingin sesuatu dariku, akhh fikiranku saja ini yang sedang memikirkan bagaimana
caranya mendapatkan uang. “boleh aku duduk?” kata-katanya menghancurkan
lamunanku, “oh iya silahkan Pak, ehh Om ehh” kan aku jadi bingung mau manggil
apaan. Ada angin apa, atau mungkin aku salah karena seorang gadis duduk
sendirian atau mungkin bapak ini berniat jahat denganku. “namaku Andre, itu
kartu nama saya, kebetulan saya memiliki
banyak usaha distributor barang eksport import, mungkin kamu suka barang
ekspor? Oh ya, ngomong-ngomong siapa namamu nona cantik?” sembari mencoba
menjabat tanganku, “Ita” kataku singkat. “akh, jangan cuek begitu dong nona
Ita, maaf kalau aku mengganggu nona Ita yang sedang bersantai, tapi saya juga
sedang sendiri saja di sini”. “Iya Om, tidak apa” kataku singkat. Pertemuan aku
dengan Andre, yang kemudian saling bertukar nomer handphone akhirnya berlanjut. Dalam fikiranku seorang pengusaha
pasti banyak karyawan dan mungkin aku bisa meminta bantuan pekerjaan padanya.
Kamar
kos sekarang terasa sunyi, pulang bimbingan rasanya rindu ayah dan ibu, tapi...
akh, aku harus bekerja dan bahagiakan Ibu. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, jelas bukan ayah atau adi. Adi sekarang mulai
sibuk bekerja, kadang keluar kota untuk
mengantar orang yang menyewa mobil, dia benar-benar bekerja part time, entah mungkin untukku,
mungkin. Aku tidak begitu peduli. Oh iya, itu telfon dari Andre. Dia mengajakku
bertemu di cafe kemarin, sebelumnya
memang aku sudah meminta tolong padanya untuk memberiku bagian pekerjaan yang
mungkin aku bisa kerjakan.
Pukul
16.00 WIB aku sudah sampai di cafe
tempat aku bertemu dengan Andre. Tidak lama menunggu, dia sudah datang. “Apa
kabar Ita? Ini buat kamu” sapanya. “Baik, apa ini Om,” sembari sedikit ragu
menerima tas jinjing berwarna coklat yang ternyata berisi baju branded. “Makasih Om, tapi seharusnya
tidak perlu membawa seperti ini untukku” kataku, “barang seperti itu banyak,
kalau kamu mau, kamu bisa pilih sendiri jenis yang lain” dengan gayanya yang
seakan its simple for him. Setelah
memesan makan dan minum ia bertanya padaku, “pekerjaan apa yang kamu mau? Sekretaris?
Administrasi? Atau guru ? biar sama dengan kuliahmu mungkin, tapi kalau guru
yaa saya tidak bisa banyak membantu” jelasnya. “hmm, apa aja om, yang penting
saya masih bisa mengerjakan skripsiku” terangku. “kalau gitu tidak usah bekerja
aja kalau kamu kamu fokus skripsi juga Non” katanya. Batinku, dia kembali
memanggilku Nona. “trus? saya harus membiayai kuliahku sendiri Om dan semua
kebutuhan saya dengan apa? Saya hanya butuh pekerjaan.” Terangku. “bukan, bukan
pekerjaan yang kamu butuhkan, tapi uang kan?” katanya, aku hanya mengangguk
terdiam. “kamu jadi asistant pribadi saya aja bagaimana? ikut kemana saya pergi, seperti menemani saya saja sih, bagaimana?”
kemudian beberapa saat hening, dan Andre melanjutkan pembicaraanya “ Tenang
saja, aku penuhin semua kebutuhanmu, bahkan lebih”. Sejenak aku terdiam,
asistant pribadi? maksudnya apa coba, apa ada niat buruk dari orang yang baru
aku kenal ini. Aku tidak mengiyakan aku juga tidak menolak, aku hanya berkata
kalau memang aku bisa membantu tidak masalah bagiku. Waktu sudah mulai sore dan
gelap aku harus pulang. Ketika akan pulang, dia memberiku uang, katanya sih uang buat jajan, jumlahnya 500 ribu. Dia memasukan di tasku.
Entah apa maksudnya.
Hari
ini, aku ke kekampus untuk menemui pembimbingku. Tak sengaja aku bertemu dengan
Adi. “ke kampus nggak bilang aku, aku kan bisa jemput kamu?” katanya “nggak
usah, aku bisa sendiri. Kamu kemana aja sih?” kataku “kamu kan tahu aku kerja,
banyak job keluar kota sayang, habis
ini kita makan siang bareng ya, aku tunggu kamu selesai bimbingannya” ajaknya.
Karena hari itu aku sudah janji ketemu dengan andre, aku tidak mengiyakan ajakan adi,
kekasihku. “kamu ada acara lain? Dengan siapa?” tanyanya seakan mengetahui
segala gelagatku yang mungkin dia sudah hafal. “teman, dia nawarin pekerjaan,
kamu masih mau kan liat aku di kampus ini? dan wisuda tentunya?” kataku sambil
mengangkat kedua tanganku, kemudian aku masuk keruang dosen dan saat keluar adi
sudah tidak ada, ‘paling juga sudah pulang’ dalam batinku. Saat sampai di
gerbang kampus ternyata ada andre disana. “Aku boleh jadi spionermu cantik?”
pintanya. “apaan sih, aku cuma mau ketemu teman yang mau nawarin pekerjaan
untukku , kamu jangan kaya anak kecil deh” sedikit kesal dengan tingkahnya yang
terlalu khawatir padaku. “kalau begitu, sebutkan saja siapa nama orang yang mau
kau temui?” katanya, “Andre” singkatku. “oh, laki-laki..” adi sedikit kesal
mungkin. “dia udah berumur kok, ini masalah kerjaan di, aku mohon” pintaku
padanya. “Baiklah, pergilah, hati-hati” adi tersenyum padaku dan aku pun
membalas senyumannya, adi memang sudah mengetahui kalau aku tidak suka terlalu
dikekang. “eits, tunggu dulu” katanya
sambil mencoba menahanku pergi”. “Apa lagi?” tanyaku, “hubungi aku kalau sudah
sampai dan pastikan kamu baik-baik saja” aku hanya tersenyum dan pergi
meninggalkannya.
Cafe itu tidak terlalu ramai, mungkin
karena siang hari. Tidak berbeda dengan hari pertama saat aku bertemu andre,
kembali dia membawakanku barang branded kali
ini dia membawakanku gaun cantik. Aku mencoba menolak tapi dia seakan memaksaku
untuk menerimanya. “bagaimana penawaranku?” pertanyaannya kembali memecahkan
lamunanku. “iya om,” kataku gugup. “Santai saja, kalau mau jadi assistantku,
hari ini kita jalan” katanya, “jalan? maksudnya?” tanyaku yang heran dengan
kata jalan yang ia maksud. “Iya jalan, ke perusahaanku, hari ini ada meeting
kamu nanti nunggu d ruanganku saja, terus nanti malam ada janji dengan pemilik
produk baju-baju yang sudah eksport ke Luar Negeri, pertemuan biasa hanya makan
malam dan ngobrol ringan, bagaimana? Yaa.. kamu cukup menemaniku saja”
terangnya. Sejenak aku berfikir, hanya menemaninya berkeliling mengurusi
pekerjaannya, akh mudah sekali. Setelah beberapa detik berlalu dan sunyi, “hei
jangan melamun Nona” katanya memecahkan lamunanku kembali, “iya deh Om, kita
berangkat jam berapa ya?” tanyaku, entah kenapa aku langsung mengiyakan, bagiku
ini pekerjaan yang sangat mudah.
Malam
itu setelah makan malam bersama kawannya, ia langsung mengantarku pulang, dan
seperti biasa ia memberiku uang 500 ribu, katanya untuk jajan. Akh, hanya
berkeliling saja tapi rasanya capek juga. Saat mengecek handphoneku ternyata
adi menghubungiku, pukul 22.00 WIB aku menelfonnya. “maaf sayang, hari ini aku
baru pulang, dan aku sudah bekerja” kataku, dari seberang sana adi menjawab
“iya tak apa, syukurlah, aku juga besok pagi berangkat ke Bogor, langsung
pulang kok, kita sibuk sendiri ya sekarang jadi kurang komunikasi”. “aku kan
sudah ngabarin kamu di?” kataku. “iyasudah aku tidak ingin berdebat masalah
pekerjaan, bicara besok aja kalau ada waktu untuk bertemu, istirahat dulu aja
ya, aku juga harus istirahat besok berangkat jam 5 pagi” ungkapnya. Entahlah
rasanya hambar sekali malam ini berbicara dengannya, lurus-lurus aja bicaranya
tidak ada yang menarik, mungkin karena aku lelah dan dia pun sibuk.
Setelah
beberapa minggu, saya merasa nyaman dengan andre, bukan sayang apalagi cinta. Akh,
mungkin karena darinya aku tidak susah-susah bekerja untuk mendapatkan uang,
cukup menemaninya ketika dia bertugas. Seperti biasa, andre selalu membawakanku
barang-barang branded saat bertemu.
Tapi saat itu aku heran karena om andre mengajakku kerumahnya. Sampai
dirumahnya, aku tidak menyangka dia mencoba mendekatiku, kupertegas padanya,
aku bukan kekasihnya, aku tidak mencintainya. Tapi ternyata andre berusaha
mendekatiku, dia menganggap bahwa aku kekasihnya. Dengan segala cara dan alasan
akhirnya aku segera pulang atau mungkin kabur menggunakan taxi. Saat itu juga
aku memutuskan untuk tidak lagi mau berhubungan denganya. Aku pikir uang bukan
segalanya, sampai aku harus mempertaruhkan segalanya. Dengan berderai air mata
aku pulang, bukan ke kos apalagi kerumah Tuban untuk memeluk ibu, aku tidak
ingin ibu ikut merasakan sedih ini, tapi kutemui Andre. Aku hanya mengabari adi
lewat sms kalau aku sedang menuju kosnya, memastikan saja bahwa ia akan
menungguku.
“kamu
kenapa sayang?” mungkin Adi heran melihatku sudah bengkak aja matanya. Aku cuma
bisa minta maaf padanya, dan memeluknya, bersyukur bahwa ia ada untuk melindungiku,
menjagaku bukan merusakku, memperhatikanku dan berusaha memenuhi apa yang aku
butuhkan bukan apa yang aku inginkan saja. “Akhhh, seharusnya aku bersyukur
punya kamu, bukan malah mencari hal-hal yang berlebih, seharusnya aku dan kamu,
kita bisa berusaha bareng-bareng buat nyelesein masalahku, seharusnya aku
percaya omonganmu kalau kita itu bisa, maafin aku sayang” kataku. “Ada masalah
dengan pekerjaanmu? Dengan orang yang kamu baru kenal itu?” adi sudah menebak
ini pasti Andre. Aku menjelaskan semua pada adi, sampai aku tidak sanggup lagi
berkata-kata. “sudah sayang, ada aku disini”. Tenang sekali rasanya bersama
orang yang aku cinta, untuk mengarungi segala suka dan duka.
Saat
ini meski aku harus sering ditinggal Adi keluar kota bekerja mengantar orang
yang menyewa mobil di tempatnya bekerja dan aku yang mulai sibuk menjadi
pramuniaga toko pakaian, asal aku percaya adi dan adi percaya padaku. Walau
pas-pasan tapi aku berusaha bersama. Adi tidak dibelakangku dia disampingku
sekarang menemani langkahku. Cinta itu pasti memiliki kekurangan, asal kita
mampu untuk menerima kekurangan itu. Aku percaya ada jalan selagi mau berusaha.
“sayang tahun depan kita harus wisuda?” kata adi. “iya, kita pakai toga bareng
ya?” pintaku. “iya Itaku” katanya.
Karya : Layinatul Afidah.
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti
Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang
diselenggarakan oleh www.cekaja.com danNulisbuku.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar