Sabtu, 21 November 2015

PILIHAN HIDUPKU



PILIHAN HIDUPKU

Hai.. Namaku Ita, Ita Fitriana.
Aku bukan asli anak kota metropolitan ini, aku berasal dari Tuban jawa Timur. Iya, jauh memang, tapi di Ibu kota ini, tempat aku sedang berusaha untuk meraih gelar sarjana pendidikan bahasa Inggris. Bukan keinginanku sebenarnya untuk menjadi sarjana pendidikan dan kemudian berprofesi sebagai guru, emm tapi ayahku, mungkin karena beliau kepala Sekolah dan ingin aku seperti ayah.
Awal tahun 2011 untuk pertama kalinya jauh dari orangtua dan menjadi anak kos dengan segala kemandirianku. Selain teman-teman satu kelas yang berwajah baru semua, juga teman-teman kos yang juga muka baru, baru aku lihat maksudnya. Ada satu nama yang selalu menemani perjalananku sebagai anak perantauan, dia berasal dari tempat yang lebih jauh dariku, dia dari seberang pulau, yaps Sulawesi, namanya Adi, Adi nugroho, dia kekasihku.
“sayang aku  jemput kamu jam berapa?” kata adi lewat telfon, kos ku dan kos adi memang tidak terlalu jauh, yaa sekitar 15 menit sampai 20 menit buat sampai dikosku. “jamilah kurang seksi yaa..hee” jawabku sembari bercanda padanya, “jam 8 yaa,” katanya, “iyaaa, aku mandi dulu ya,” kataku dan  tak lama mengobrol telfon ditutup, tak lama juga aku menunggu adi sudah di depan kos menjemputku sekaligus mengantarku kekampus. Kadang kalau adi free pasti dia mengantarku, tapi kalau dia juga kuliah ya aku berangkat bersama temanku Intan yang kebetulan satu jurusan denganku, kadang juga sendiri kalau Intan sama pacarnya, yaa begitulah. Aku dan adi memang berbeda jurusan, dia ada di jurusan tekhnik. Kata orang kalau seorang guru itu biasanya, jodohnya guru pula , akh bagiku itu mitos, hehe.
Ketika masanya aku sampai pada semester tujuh tahun 2014, adi masih setia menemaniku berjuang bersama. Hubungan kami tidak selalu baik-baik saja, pasti ada saja masalah kecil, tapi bersyukur karena kita bisa melewati bersama. Begitupun masalah besar. Tapi, aku tidak menyangka, super hero yang begitu sangat menginginkan aku menjadi sarjana pendidikan, secepat itu akhirnya ayah pergi meninggalkan aku dan ibuku untuk selama-lamanya karena sakit, sebelum ayah melihatku menjadi sarjana. Ibu memang tidak mengabariku tentang keadaan ayah yang semakin hari semakin memburuk, hanya karena takut mengganggu kuliahku. Sedih rasanya.
Akhirnya Aku pulang ke Tuban bersama dengan adi Adi memang sering mengantarku pulang padahal sendirinya aja pulang hanya setahun sekali. Baik, bukan hanya sekedar kehilangan super hero bagiku. Tapi jelas, bagaimana dengan kuliahku? Siapa yang akan membiayai kuliahku? Kebutuhanku bukan hanya kuliah, tapi juga kosku, makanku, dan akhhhhh rasanya segala mimpiku jatuh dan ambruk begitu saja. Saat itu aku merasa aku bukan siapa-siapa lagi dan hanya mata Ibu yang sendu itu,  yang terus aku perhatikan sembari berkata dalam hatiku “Ibu, apa yang harus Ita lakukan, aku mohon aku ingin melihat Ibu bahagia karenaku” ibu memeluk, pelukan ibu memang menenteramkan hatiku. Hari berganti hari, tak terasa sudah empat hari di rumah, sebenarnya aku ingin tetap di rumah, tapi ujian semester akan segera di mulai, ibu pun memintaku untuk tetap mewujudkan keinginan ayah, meski ayah tak melihat tapi sebenarnya beliau ada, ia ada dihati kita, kata ibu.
Kuliahku tetap harus berjalan, dengan segala sisa uang yang dimiliki ibu, kini ibu mulai membuka usaha berjualan makanan di depan rumah, aku dan adi kembali ke Jakarta. Tentu saat adi yang sudah menemaniku selama kurang lebih empat tahun bukan lagi menjadi prioritasku, mungkin mimpiku bersama adi juga ikut roboh kemarin, tapi aku masih mencintainya, sampai pada saat aku tulis kata-kata ini, aku masih sangat mencintainya. Tapi saat ini, yang aku fikirkan adalah mencari pekerjaan part time, agar kuliahku dan segala kebutuhanku dapat terpenuhi. “tidak usah pikirkan ibu nduk, kamu selesaikan kuliahmu, sebentar lagi pasti kamu segera wisuda ya nduk, ” kata ibu, “doakan Ita bu” pintaku. “pasti nduk, Adi tolong jagain Ita ya, Ibu percaya sama Adi” kata Ibu pada adi, “Siap Ibu, Ibu calon mertua, hehe” adi mencoba membuat suasana tidak sendu, saat aku hendak berangkat kembali ke kota dimana aku harus kembali berjuang, sendirian? Tidak. Aku bersama adi.
“Tidak usah bekerja, biar aku yang bekerja, kamu fokus kuliah aja, kita jalanin sama-sama ya, aku mau kerja di rental mobil buat jadi sopir dan cari orang yang mau jasa sewa mobil?” kata adi sembari mengelus lembut rambutku, hal yang mungkin seluruh wanita di dunia ini menyukainya, saat aku mencoba mengeluarkan isi hatiku tentang keinginanku bekerja untuk membayar kuliah dan kebutuhanku agar tidak merepotkan ibu. “tapi Adi, ini bukan hanya tentang kuliahku, tapi juga Ibuku! Aku tidak ingin membebaninya, bahkan aku ingin membantu ibuku” kataku sedikit kupertegas. “ hal lebih itu ada saatnya nanti kalau kamu sudah benar-benar bekerja sayang.. nanti..” belum sampai Adi menyelesaikan kata-katanya sudah aku potong “sudah, biar aku sendiri aja sekarang, tidak usah di, jangan sok-sokan kamu uangpun masih minta orangtuamu kan?!” kemudian aku pergi berlalu meninggalkannya. Mungkin adi tersinggung dengan kata-kataku yang jauh berbeda dengan aku yang dulu, maaf adi aku harus bersikap seperti itu karena aku tahu, tidak mungkin kamu membiayai segala kebutuhanku sedang kamu pun masih bergantung dengan keluargamu. Ku rasa saat itu aku terlihat egois dan membenarkan segala pemikiranku.
Malam itu pukul 21.00, aku duduk di sebuah cafe menikmati malamku sendirian, entah ada angin apa ada seorang bapak-bapak yaa mungkin sekitar 34 atau 35 tahun menghampiriku. “sendirian aja?” katanya. “iya Pak” jawabku. “jangan panggil Pak, ini..” katanya sembari memberikanku sebuah kartu nama. Mungkin dia mau meminjamkan uang untukku atau mungkin dia hanya ingin sesuatu dariku, akhh fikiranku saja ini yang sedang memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang. “boleh aku duduk?” kata-katanya menghancurkan lamunanku, “oh iya silahkan Pak, ehh Om ehh” kan aku jadi bingung mau manggil apaan. Ada angin apa, atau mungkin aku salah karena seorang gadis duduk sendirian atau mungkin bapak ini berniat jahat denganku. “namaku Andre, itu kartu nama saya,  kebetulan saya memiliki banyak usaha distributor barang eksport import, mungkin kamu suka barang ekspor? Oh ya, ngomong-ngomong siapa namamu nona cantik?” sembari mencoba menjabat tanganku, “Ita” kataku singkat. “akh, jangan cuek begitu dong nona Ita, maaf kalau aku mengganggu nona Ita yang sedang bersantai, tapi saya juga sedang sendiri saja di sini”. “Iya Om, tidak apa” kataku singkat. Pertemuan aku dengan Andre, yang kemudian saling bertukar nomer handphone akhirnya berlanjut. Dalam fikiranku seorang pengusaha pasti banyak karyawan dan mungkin aku bisa meminta bantuan pekerjaan padanya.
Kamar kos sekarang terasa sunyi, pulang bimbingan rasanya rindu ayah dan ibu, tapi... akh, aku harus bekerja dan bahagiakan Ibu. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, jelas bukan ayah atau adi. Adi sekarang mulai  sibuk bekerja, kadang keluar kota untuk mengantar orang yang menyewa mobil, dia benar-benar bekerja part time, entah mungkin untukku, mungkin. Aku tidak begitu peduli. Oh iya, itu telfon dari Andre. Dia mengajakku bertemu di cafe kemarin, sebelumnya memang aku sudah meminta tolong padanya untuk memberiku bagian pekerjaan yang mungkin aku bisa kerjakan.
Pukul 16.00 WIB aku sudah sampai di cafe tempat aku bertemu dengan Andre. Tidak lama menunggu, dia sudah datang. “Apa kabar Ita? Ini buat kamu” sapanya. “Baik, apa ini Om,” sembari sedikit ragu menerima tas jinjing berwarna coklat yang ternyata berisi baju branded. “Makasih Om, tapi seharusnya tidak perlu membawa seperti ini untukku” kataku, “barang seperti itu banyak, kalau kamu mau, kamu bisa pilih sendiri jenis yang lain” dengan gayanya yang seakan its simple for him. Setelah memesan makan dan minum ia bertanya padaku, “pekerjaan apa yang kamu mau? Sekretaris? Administrasi? Atau guru ? biar sama dengan kuliahmu mungkin, tapi kalau guru yaa saya tidak bisa banyak membantu” jelasnya. “hmm, apa aja om, yang penting saya masih bisa mengerjakan skripsiku” terangku. “kalau gitu tidak usah bekerja aja kalau kamu kamu fokus skripsi juga Non” katanya. Batinku, dia kembali memanggilku Nona. “trus? saya harus membiayai kuliahku sendiri Om dan semua kebutuhan saya dengan apa? Saya hanya butuh pekerjaan.” Terangku. “bukan, bukan pekerjaan yang kamu butuhkan, tapi uang kan?” katanya, aku hanya mengangguk terdiam. “kamu jadi asistant pribadi saya aja bagaimana?  ikut kemana saya pergi,  seperti menemani saya saja sih, bagaimana?” kemudian beberapa saat hening, dan Andre melanjutkan pembicaraanya “ Tenang saja, aku penuhin semua kebutuhanmu, bahkan lebih”. Sejenak aku terdiam, asistant pribadi? maksudnya apa coba, apa ada niat buruk dari orang yang baru aku kenal ini. Aku tidak mengiyakan aku juga tidak menolak, aku hanya berkata kalau memang aku bisa membantu tidak masalah bagiku. Waktu sudah mulai sore dan gelap aku harus pulang. Ketika akan pulang, dia memberiku uang, katanya sih uang buat jajan,  jumlahnya 500 ribu. Dia memasukan di tasku. Entah apa maksudnya.
Hari ini, aku ke kekampus untuk menemui pembimbingku. Tak sengaja aku bertemu dengan Adi. “ke kampus nggak bilang aku, aku kan bisa jemput kamu?” katanya “nggak usah, aku bisa sendiri. Kamu kemana aja sih?” kataku “kamu kan tahu aku kerja, banyak job keluar kota sayang, habis ini kita makan siang bareng ya, aku tunggu kamu selesai bimbingannya” ajaknya. Karena hari itu aku sudah janji ketemu dengan  andre, aku tidak mengiyakan ajakan adi, kekasihku. “kamu ada acara lain? Dengan siapa?” tanyanya seakan mengetahui segala gelagatku yang mungkin dia sudah hafal. “teman, dia nawarin pekerjaan, kamu masih mau kan liat aku di kampus ini? dan wisuda tentunya?” kataku sambil mengangkat kedua tanganku, kemudian aku masuk keruang dosen dan saat keluar adi sudah tidak ada, ‘paling juga sudah pulang’ dalam batinku. Saat sampai di gerbang kampus ternyata ada andre disana. “Aku boleh jadi spionermu cantik?” pintanya. “apaan sih, aku cuma mau ketemu teman yang mau nawarin pekerjaan untukku , kamu jangan kaya anak kecil deh” sedikit kesal dengan tingkahnya yang terlalu khawatir padaku. “kalau begitu, sebutkan saja siapa nama orang yang mau kau temui?” katanya, “Andre” singkatku. “oh, laki-laki..” adi sedikit kesal mungkin. “dia udah berumur kok, ini masalah kerjaan di, aku mohon” pintaku padanya. “Baiklah, pergilah, hati-hati” adi tersenyum padaku dan aku pun membalas senyumannya, adi memang sudah mengetahui kalau aku tidak suka terlalu dikekang. “eits, tunggu dulu” katanya sambil mencoba menahanku pergi”. “Apa lagi?” tanyaku, “hubungi aku kalau sudah sampai dan pastikan kamu baik-baik saja” aku hanya tersenyum dan pergi meninggalkannya.
Cafe itu tidak terlalu ramai, mungkin karena siang hari. Tidak berbeda dengan hari pertama saat aku bertemu andre, kembali dia membawakanku barang branded kali ini dia membawakanku gaun cantik. Aku mencoba menolak tapi dia seakan memaksaku untuk menerimanya. “bagaimana penawaranku?” pertanyaannya kembali memecahkan lamunanku. “iya om,” kataku gugup. “Santai saja, kalau mau jadi assistantku, hari ini kita jalan” katanya, “jalan? maksudnya?” tanyaku yang heran dengan kata jalan yang ia maksud. “Iya jalan, ke perusahaanku, hari ini ada meeting kamu nanti nunggu d ruanganku saja, terus nanti malam ada janji dengan pemilik produk baju-baju yang sudah eksport ke Luar Negeri, pertemuan biasa hanya makan malam dan ngobrol ringan, bagaimana? Yaa.. kamu cukup menemaniku saja” terangnya. Sejenak aku berfikir, hanya menemaninya berkeliling mengurusi pekerjaannya, akh mudah sekali. Setelah beberapa detik berlalu dan sunyi, “hei jangan melamun Nona” katanya memecahkan lamunanku kembali, “iya deh Om, kita berangkat jam berapa ya?” tanyaku, entah kenapa aku langsung mengiyakan, bagiku ini pekerjaan yang sangat mudah. 
Malam itu setelah makan malam bersama kawannya, ia langsung mengantarku pulang, dan seperti biasa ia memberiku uang 500 ribu, katanya untuk jajan. Akh, hanya berkeliling saja tapi rasanya capek juga. Saat mengecek handphoneku ternyata adi menghubungiku, pukul 22.00 WIB aku menelfonnya. “maaf sayang, hari ini aku baru pulang, dan aku sudah bekerja” kataku, dari seberang sana adi menjawab “iya tak apa, syukurlah, aku juga besok pagi berangkat ke Bogor, langsung pulang kok, kita sibuk sendiri ya sekarang jadi kurang komunikasi”. “aku kan sudah ngabarin kamu di?” kataku. “iyasudah aku tidak ingin berdebat masalah pekerjaan, bicara besok aja kalau ada waktu untuk bertemu, istirahat dulu aja ya, aku juga harus istirahat besok berangkat jam 5 pagi” ungkapnya. Entahlah rasanya hambar sekali malam ini berbicara dengannya, lurus-lurus aja bicaranya tidak ada yang menarik, mungkin karena aku lelah dan dia pun sibuk.
Setelah beberapa minggu, saya merasa nyaman dengan  andre, bukan sayang apalagi cinta. Akh, mungkin karena darinya aku tidak susah-susah bekerja untuk mendapatkan uang, cukup menemaninya ketika dia bertugas. Seperti biasa, andre selalu membawakanku barang-barang branded saat bertemu. Tapi saat itu aku heran karena om andre mengajakku kerumahnya. Sampai dirumahnya, aku tidak menyangka dia mencoba mendekatiku, kupertegas padanya, aku bukan kekasihnya, aku tidak mencintainya. Tapi ternyata andre berusaha mendekatiku, dia menganggap bahwa aku kekasihnya. Dengan segala cara dan alasan akhirnya aku segera pulang atau mungkin kabur menggunakan taxi. Saat itu juga aku memutuskan untuk tidak lagi mau berhubungan denganya. Aku pikir uang bukan segalanya, sampai aku harus mempertaruhkan segalanya. Dengan berderai air mata aku pulang, bukan ke kos apalagi kerumah Tuban untuk memeluk ibu, aku tidak ingin ibu ikut merasakan sedih ini, tapi kutemui Andre. Aku hanya mengabari adi lewat sms kalau aku sedang menuju kosnya, memastikan saja bahwa ia akan menungguku.
“kamu kenapa sayang?” mungkin Adi heran melihatku sudah bengkak aja matanya. Aku cuma bisa minta maaf padanya, dan memeluknya, bersyukur bahwa ia ada untuk melindungiku, menjagaku bukan merusakku, memperhatikanku dan berusaha memenuhi apa yang aku butuhkan bukan apa yang aku inginkan saja. “Akhhh, seharusnya aku bersyukur punya kamu, bukan malah mencari hal-hal yang berlebih, seharusnya aku dan kamu, kita bisa berusaha bareng-bareng buat nyelesein masalahku, seharusnya aku percaya omonganmu kalau kita itu bisa, maafin aku sayang” kataku. “Ada masalah dengan pekerjaanmu? Dengan orang yang kamu baru kenal itu?” adi sudah menebak ini pasti Andre. Aku menjelaskan semua pada adi, sampai aku tidak sanggup lagi berkata-kata. “sudah sayang, ada aku disini”. Tenang sekali rasanya bersama orang yang aku cinta, untuk mengarungi segala suka dan duka.
Saat ini meski aku harus sering ditinggal Adi keluar kota bekerja mengantar orang yang menyewa mobil di tempatnya bekerja dan aku yang mulai sibuk menjadi pramuniaga toko pakaian, asal aku percaya adi dan adi percaya padaku. Walau pas-pasan tapi aku berusaha bersama. Adi tidak dibelakangku dia disampingku sekarang menemani langkahku. Cinta itu pasti memiliki kekurangan, asal kita mampu untuk menerima kekurangan itu. Aku percaya ada jalan selagi mau berusaha. “sayang tahun depan kita harus wisuda?” kata adi. “iya, kita pakai toga bareng ya?” pintaku. “iya Itaku” katanya.

Karya : Layinatul Afidah.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com danNulisbuku.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar